Lingkunganhidup alamiah adalah suatu sistem yang amat dinamis yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, dan komponen- komponen abiotik lainnya tanpa adanya campur tangan manusia. Interaksi yang terjadi di dalam lingkungan alamiah dan sekitarnya membentuk suatu sistem ekologi (ekosistem). Salahsatu ciri adanya proses pembentukan lingkungan hidup binaan adalah - 10673526 widya683 widya683 16.05.2017 Geografi Sekolah Menengah Atas terjawab Salah satu ciri adanya proses pembentukan lingkungan hidup binaan adalah 2 Lihat jawaban Iklan Jikakita memahami tanah dan mengelolanya dengan benar, kita tidak akan merusak salah satu blok bangunan penting dari lingkungan kita dan ketahanan pangan kita. Pembentukan tanah atau pedogenesis adalah proses evolusi tanah di bawah pengaruh berbagai faktor fisik, biologi, iklim, dan geologi. 8Proses Pembentukan Benua dan Samudera. By Desy Fatma. December 7, 2018. Benua dan Samudera merupakan bentuk dari kerak Bumi. Bentuk permukaan Bumi terdiri atas daratan dan juga perairan. Dalam hal ini benua merupakan bentuk daratannya sementara samudera merupakan bentuk perairannya. Pernahkah terlintas di benak Anda mengenai asal muasal PengertianLingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada disekeliling kehidupan, mulai dari pohon, sungai, jalan, gedung, benda dan bahkan orang. Lingkungan ini meliputi interaksi semua makhluk hidup, iklim, cuaca dan sumber daya alam yang mempengaruhi kelangsungan hidup manusia dan kegiatan ekonomi. Berikutini adalah beberapa teori dalam Sejarah Pembentukan Bumi dan Perkembangannya. 1. Teori Kabut Kant - Laplace. Para ahli sejak zaman sebelum Masehi telah banyak meneliti gejala - gejala alam dan menganalisisnya. Sejarah terbentuknya bumi telah menjadi objek kajian para ilmuwan sejak abad ke 18. Teori kabut atau Nebula dikemukakan oleh . Berikut adalah pembahasan tentang Lingkungan Hidup Buatan, Lingkungan Hidup binaan, contoh Lingkungan Hidup Buatan, contoh Lingkungan Hidup Binaan, pengertian Lingkungan Hidup Buatan, pengertian Lingkungan Hidup binaan, lingkungan buatan, contoh lingkungan buatan,Lingkungan Hidup Buatan atau BinaanPengertian Lingkungan hidup BinaanLingkungan hidup binaan adalah lingkungan hidup alamiah yang sudah didominasi oleh kehadiran manusia. Lingkungan hidup binaan ini dapat terbentuk karena kebutuhan hidup manusia dengan jumlah penduduk yang makin meningkat memaksa manusia mengubah lingkungan hidup Pembentukan Lingkungan HidupDalam proses membentuk lingkungan hidup binaan ini, manusia menghasilkan limbah. Oleh karena itu, lingkungan hidup binaan selalu ditandai oleh timbulnya limbah yang membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik dampak fisik, hayati, sosial maupun dampak yang terasa langsung oleh manusia itu Lingkuangan Hidup BinaanPergantian alamiah dalam lingkunan hidup alamiah dapat terjadi berkali-kali, namun akhirnya selalu membentuk komunitas yang stabil. Sebaliknya, pergantian dalam hutan primer yang terjadi akibat kegiatan manusia, seperti penebangan hutan, perladangan berpindah, pertambangan, pembukaan hutan untuk pertanian, dan perkebunan menyebabkan lingkungan hidup alamiah menjadi lingkungan hidup binaan. Lingkungan-binaan “built-environment” adalah sebutan/istilah untuk kondisi suatu area atau daerah yang telah ada sekelompok manusia yang tinggal dengan membangun tempat tinggal berupa sosok bangunan/gedung dan infrastruktur pelengkapnya, sekalipun sederhana. Sementara pemahaman mengenai desain “design”, terkait erat dengan faktor perencanaan “planning” sebagai tahap yang mendahuluinya dalam satu kesatuan proses pengembangan “development”. Oleh karena itu, pengertian desain lingkungan-binaan meliputi berbagai sektor pembangunan yang didominasi pada perkara rancang-bangun pada aspek fisik-spasial, walaupun eksistensi ragam artefak fisik itu tetap akan dipengaruhi oleh adanya kebijaksanaan, kesepakatan publik “consensus”, perilaku dan kebiasaan hidup manusianya. Secara umum lingkungan binaan tersebut mewujud fisik berupa sebidang tapak rumah, atau sekumpulan tapak rumah, area pedesaan, dan area perkotaan; yang secara spasial/keruangan dapat berupa ruang-terbuka “open-space” dan ruang tertutup bangunan/gedung “built-up area / building coverage”. Ruang Terbuka secara desainatif “designative” merupakan rekayasa perpaduan antara faktor natural dan faktor buatan-manusia, dapat berupa ruang jalan dengan ragam bentuk persimpangannya, sungai, kolam, telaga, pertamanan, halaman-rumah/gedung, lapangan, alun-alun, dsb. Sementara Ruang Tertutup merupakan sosok rekayasa teknologis, dapat berupa sosok Rumah-rumah dengan keragaman tipe masing-masing, dan Gedung-gedung dengan keragaman tampilan dan fungsi masing-masing. Selain perkara sejumlah landasan legalitas, proses desain lingkungan-binaan saat in, secara “universal” ada yang harus dipertimbangkan secara serius sebagai aspek sekaligus fakta utama dalam era abad XXI ini, “mumpung” masih berada di awal abad ini, yaitu perkara keberlangsungan ekosistem atau “sustainability” . Terkait dengan prinsip “keberlanjutan ekosistem” ini, tokoh “sustainism” Schwarz menyampaikan begini “…Designers and architects have been among the first to see the fundamental shifts we associate with sustainism — for example, how perceptions of place have changed. The internet in particular has given a new meaning to the local almost every place in the world is globally connected, 24/7. We live in local worlds, but we are also global citizens….” Tentu bila disimak, ketetapan substansial yang tersurat maupun tersirat pada serangkaian peraturan-perundangan di negeri ini sudah secara sengaja memasukkan perkara keberlanjutan ekosistem itu, akan tetapi seringkali pada aplikasi di lapangan tidak diterapkan atau pengawasan kurang ditegakkan. Apabila seluruh warga negara negeri ini patuh terhadap ketentuan tersebut, sebagai bagian kecil dari warga dunia tentu dapat secara pro-aktif menjaga kelestarian alam semesta. Jadi benar sungguh, apa yang disampaikan Schwarz menjadi teguran keras bagi para desainer, arsitek dan perencana-perkotaan, agar mengecek kembali dokumen perencanaan maupun desainnya dapat menjamin keberlangsungan - uploaded by Fxbudi PangarsoAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Fxbudi PangarsoContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1/16 Desain Lingkungan-binaan “built-environment” di Indonesia dalam menghadapi fenomena perkembangan teknologi di awal abad XXI Ir. Pangarso, MSP., IAP. Lektor Kepala Associate Professor pada bidang Arsitektur Kota Ahli Utama Perencana Kota Sertifikat Keahlian no. 2014-2017 Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan Anastasia Anindyasarathi sP, ST. “Project Architect” pada Konsultan Larascipta. INTRODUKSI Lingkungan-binaan “built-environment”1 adalah sebutan/istilah untuk kondisi suatu area atau daerah yang telah ada sekelompok manusia yang tinggal dengan membangun tempat tinggal berupa sosok bangunan/gedung dan infrastruktur pelengkapnya, sekalipun sederhana. Sementara pemahaman mengenai desain “design”, terkait erat dengan faktor perencanaan “planning” sebagai tahap yang mendahuluinya dalam satu kesatuan proses pengembangan “development”. Oleh karena itu, pengertian desain lingkungan-binaan meliputi berbagai sektor pembangunan yang didominasi pada perkara rancang-bangun pada aspek fisik-spasial, walaupun eksistensi ragam artefak fisik itu tetap akan dipengaruhi oleh adanya kebijaksanaan, kesepakatan publik “consensus”, perilaku dan kebiasaan hidup manusianya. Secara umum lingkungan binaan tersebut mewujud fisik berupa sebidang tapak rumah, atau sekumpulan tapak rumah, area pedesaan, dan area perkotaan; yang secara spasial/keruangan dapat berupa ruang-terbuka “open-space” dan ruang tertutup bangunan/gedung “built-up area / building coverage”. Ruang Terbuka secara desainatif “designative”2 merupakan rekayasa perpaduan antara faktor natural dan faktor buatan-manusia, dapat berupa ruang jalan dengan ragam bentuk persimpangannya, sungai, kolam, telaga, pertamanan, halaman-rumah/gedung, lapangan, alun-alun, dsb. Sementara Ruang Tertutup merupakan sosok rekayasa teknologis, dapat berupa sosok Rumah-rumah dengan keragaman tipe masing-masing, dan Gedung-gedung dengan keragaman tampilan dan fungsi masing-masing. Apabila ditengok ke belakang pada jaman pra kemerdekaan, di kepulauan Nusantara ini telah ada fakta desain lingkungan-binaan, yang mulai ditata sekitar tahun 1293 Masehi, yaitu saat Baginda “Sri Kertaradjasa Djajawardhana” Raden Widjaja pendiri Kerajaan Majapahit membuka hutan Terik, tepatnya di area situs kota Trowulan saat Desain lingkungan tersebut tampil dalam sejumlah obyek, yaitu Kanal, Waduk, Kolam, Sumur, Candi, dan Gapura. 1 all the structures people have built when considered as separate from the natural environment. term built environment is used when referring to those surroundings created for humans, by humans, and to be used for human activity. Examples would include cities, buildings, urban spaces, walkways, roads, parks, etc. The study of the built environment is interdisciplinary in nature and can include such disciplines as visual arts, architecture, engineering, urban planning, history, interior design, industrial design, geography, environmental studies, anthropology / sociology. an area where there are a lot of buildings. The city took on the challenge to raise the quality of the built environment. the need for harmony between the built environment and the natural world 2 Definition of designative in English adjective, Serving to indicate or specify something the designative meaning is very obvious 3 Majalah GATRA, 27 Maret 1999, memberitakan hasil penelitian desertasi Hermanislamet, dosen Teknik Arsitektur, UGM, 1999. Gambar – 1 Peta area kota Trowulan 2/16 Gambar – 2 Kolam Segaran Trowulan Luas kolam Pool area 375 m x 175 m Ketebalan dinding Wall thickness 1,6 m Kolam Segaran merupakan waduk penyimpanan air pada masa Majapahit. Sebenarnya, kolam ini memiliki banyak fungsi. Fungsi lainnya adalah untuk tempat menjamu tamu dan pendingin suhu udara. Nama Segaran diambil dari kata “Segara” yang berarti laut dalam bahasa Jawa karena ukurannya yang besar bagaikan laut. Kolam ini ditemukan oleh Henry Maclain Pont dan Kromodjojo Adinegoro pada tahun 1926 dan telah dipugar sebanyak 3 kali. Kolam ini terletak di seberang Museum Majapahit dan sekarang hanya digunakan untuk tempat rekreasi dan tempat upacara. Sumber google map & Kilas historis desain lingkungan-binaan di kota Trowulan pada akhir abad XIII atau awal abad XIV tersebut di atas, dapat disimak bahwa saat itu telah dikenali adanya pola perencanaan lingkungan terpadu “integrated planning”, yang mempertimbangkan secara proporsional antara aspek fisik dan natural. Penelitian diatas telah menunjukkan bahwa pola perencanaan tata-ruang perkotaan di Trowulan terpilah menjadi dua bagian, yaitu pola segi-empat “grid” untuk bagian Pusat Kota yang berbasis pada budaya Kerajaan Pemerintahan, Pengelola Wilayah dan secara luwes semakin kepinggiran kota berpola “sirkuler-organis”. Disamping penataan kotanya, maka tata bentuk arsitektur bangunan/gedung kerajaan dan kelengkapannya di pusat-kota didominasi bentuk geometrik, yang bercitra anggun, berwibawa dan semakin menjauhi pusat-kota didominasi tata bentuk arsitektur organik yang sangat “ramah” pada lingkungan natural. Komposisi komponen pusat-kotanya, sebagaimana kota yang memiliki budaya “monarkhikal”4, yaitu adanya kompleks Karaton, Alun-alun Ruang Terbuka Publik, Sarana Peribadatan dan Pasar. Kondisi lingkungan seperti ini tentu harus dipahami sesuai situasi pada abad XIV, karena luas area perkotaannya hanya sekitar 80 km2 saja. Perkara tersebut adalah inspirasi awal mengenai prinsip dasar desain lingkungan-binaan dan model aktual aplikasinya pada 6 enam abad yang lalu, saat teknologi masih sederhana, jumlah penduduk masih relatif sedikit, dan kondisi masih didominasi faktor alami/natural. 4 Full Definition of monarchical of, relating to, suggestive of, or characteristic of a monarch or monarchy; monarchical authority; a monarchical government A monarchy is a country that is ruled by a monarch, and monarchy is this system or form of government.; A monarch, such as a king or queen, rules a kingdom or empire. In aconstitutional monarchy, the monarch's power is limited by a constitution. But in an absolute monarchy, the monarch has unlimited power. Monarchy is an old form of government, and the word has been around a long time. It derives from Greek monarkhiā, frommonarkhos "monarch." 3/16 PRINSIP DASAR DESAIN LINGKUNGAN-BINAAN Sesungguhnya desain lingkungan-binaan itu merupakan tahap kedua setelah dilakukan tahap perencanaan “planning” yang memuat serangkaian perkara, yaitu maksud, tujuan serta sasaran; identifikasi ragam potensi dan sumber-daya yang ada; kesesuaian teknologi, material dan pola manajemen pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Tahap perencanaan tersebut adalah seperti yang dinyatakan oleh dalam bukunya Site Planning bahwa, “Site Planning is the art of arranging structures on the land and shaping the spaces between, an art linked to architecture, engineering, landscape architecture, and city planning. Its aim is moral and esthetic; to make places which enhance everyday life – which liberate their inhabitans and give them a sense of the world they live in”. Sementara Prof. Tom dalam buku yang di editnya “The Built Environment, A Collaborative inquiry into Design and Planning”, secara sistematik mendefinisikan, bahwa “…the built environment define by four interrelated characteristics, First, it is everything humanly created, modified, or constructed, humanly made, arranged, or maintained. Second, it is creation of human minds and the result of human purposes; it is intended to serve human needs, wants, and values. Third, much of it is created to help us deal with, and to protect us from, the overall environment, to mediate or change this environment for our comfort and well being. Last, that every component of the built environment is define and shaped by context; each and all of the individual elements contribute neither positively or negatively to the overall quality of environments and to human-environment relationships.” Apabila disimak dengan cermat dan mendalam atas kedua rumusan yang menjadikan dasar bagi desain lingkungan-binaan, dapat diunduh intisarinya bahwa keseimbangan antara tiga aspek lingkungan ini yaitu alam-natural, kehidupan budaya kultur manusia, dan kreasi buatan manusia, layak dan harus di jadikan tujuan utamanya. Problematiknya adalah bagaimana prinsip keseimbangan tersebut dapat direalisasikan, di kepulauan Nusantara ini, yang ditandai dengan iklim tropis, bermusim penghujan dan kemarau, serta beragam budaya lokal sebagai potensi dasarnya. Dengan demikian, contoh pola penataan lingkungan-binaan di wilayah kota Trowulan diatas, telah mengekspresikan profesionalitas desain khas alam tropis, saat pengaruh eksternal belum terlalu mempengaruhi pola pikir dan tindak berkebudayaan. Fakta perencanaan dan desain yang berdisiplin menerapkan prinsip keseimbangan ketiga aspek tersebut diatas, dan sampai saat ini masih dijalin dalam pemeliharan lingkungan alam dan kultur kehidupannya antara lain adalah area Kampung Naga7 di Tasikmalaya, Jawa Barat; dan area desa adat Penglipuran8, Bangli, Bali. 5 Kevin Lynch & Gary Hack, Site Planning, 3rd The MIT Press, Cambridge, Massachusetts & London, England. 6 Wendy and Tom The Built Environment, A Collaborative inquiry into Design and Planning, 2007, John Willey & Sons, Hoboken, New Jersey. 7 Mengunjungi dan Mempelajari Budaya Kampung Naga. Kampung Naga ini terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kab. Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Yang unik letak kampung ini yang berada di lembah. Tidak hanya itu Kampung Naga ini ternyata masih mempertahankan kearifan lokal dan budaya yang mereka jaga sejak dahulu. Uniknya adalah tata letak rumah dan arsitektur yang khas, sesaat sebelum masuk kampung kita harus melapor terlebih dahulu dan di sini tidak ada plang Desa Wisata. Warga kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah "Pareum Obor". Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor itu sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat yaitu, matinya penerangan. Hal ini berkaitan dengan sejarah Kampung Naga itu sendiri. Mereka tidak mengetahui asal-usul kampungnya. 8 Desa Penglipuran, Desa adat bali yang sangat kental dengan kerukunan dan kebersamaan mereka. Desa ini berlokasi di kelurahan kubu, kecamatan bangli, kabupaten bangli- Bali. Desa ini telah dianugrahi penghargaan kalpataru oleh pemerintah kabupaten bangli pada tahun 1995. Menurut masyarakat sekitar, kata penglipuran diambil dari kata Pengeling Pura yang memiliki makna tempat suci yang ditujukan untuk mengenang para leluhur. Membahas tentang leluhur, ternyata masyarakat yang tinggal di desa ini sangat menjun-jung tinggi amanat dari para leluhur mereka. Terbukti dari terbentuknya desa penglipuran yang sangat mengutamakan kerukunan ini. Ciri khas yang sangat menonjol dari desa ini adalah arsitektur bangunan tradisional di desa ini rata-rata memiliki arsitektur yang sama persis dari ujung desa ke ujung lainnya. 4/16 , Salawu, Tasikmalaya, JaKampung Naga ini terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Yang unik letak kampung ini yang berada di lembah. Kampung Naga ini ternyata masih mempertahankan kearifan lokal dan budaya yang mereka jaga sejak dahulu. Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari, di sini masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi masyarakat Kampung Naga "Sa Naga" yaitu Eyang Singaparana atau Sembah Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya. - Bangunan-bangunan yang ada di Kampung Naga berbentuk segitiga semuanya beratap ijuk, dan menghadap ke arah kiblat, terdapat kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha yang terdiri dari 110 rumah warga dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat balai pertemuan dan lumbung padi Leuit dan Bumi Ageung yang kesemua bahan bangunannya menggunakan bilik-bilik, kayu-kayu, dan lain-lain. Tidak menggunakan semen atau pasir. Semua bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan adanya keseimbangan dan keselarasan yang ada di daerah tersebut. Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap ke utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah barat-timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung gedong. Sumber Dari contoh fakta pertama ini dapat disimak, bahwa inilah sesungguhnya penerapan prinsip dasar Desain Lingkungan-binaan yang patuh/disiplin dalam mengamalkan keseimbangan antara potensi alami/natural tanah, air dan vegetasi, potensi manusia dan aktivitasnya dalam bingkai pola berkebudayaan, serta potensi kreasi buatan manusia rumah dan infrastrukturnya. Eksistensi teknologi yang saat ini semakin berkembang, telah tidak menggoyahkan kultur kehidupannya dalam menata dan mendesain lingkungan-binaannya. Kampung Naga, menjadi sebuah artefak fisik dan sosial-budaya yang “fenomenal” sepanjang waktu, yang akan selalu mengingatkan kepada semua manusia penghuni jagad-raya ini, atas perlunya keseimbangan tiga perkara aspek desain lingkungan-binaan. Kelestarian lingkungan-binaan tersebut membutuhkan keteguhan sikap manusianya atas kemajuan cara berpikir dan bertindak, yang tidak cepat tergiur dengan tawaran kenikmatan ragawi. Upaya memelihara lingkungan-binaannya ternyata dikendalikan oleh pola pikir, bahwa manusia merupakan bagian kecil yang harus cerdas berkesinambungan dengan alam sekitarnya. 5/16 Gambar – 4 Desa Adat Penglipuran, Bangli, Bali. Desa adat Penglipuran terletak di Kelurahan Kubu di Kecamatan Bangli, Kabupaten Dati II Bangli. Luas desa adat Penglipuran +/- 112 ha. Desa Adat Penglipuran terletak di kaki Gunung Batur pada ketinggian 700 meter dpl. Desa Adat Penglipuran terletak +/- 5 Km dari pusat kota Bangli, dan 45 Km dari pusat kota Denpasar. Pengembangan fisik desa dan pengembangan budayanya masih mengacu pada tanah leluhur yang masih ada di Bayung. Tata ruang desa berkonsep trimandala, dibagi ke dalam tiga ruang yang berbeda secara fungsi dan tingkat kesucian, yaitu utama, madya dan nista. Letak ketiga ruang ini membujur dari utara gunung ke selatan laut. Paling utara zona utama, berdiri bangunan suci pura bernama Penataran tempat beribadah penduduk desa. Zona madya atau “ruang manusia” terdapat 76 kaveling pekarangan dan rumah tempat bermukim warga terbagi ke dalam dua jajaran, yaitu barat 38 dan timur 38. Setiap kaveling memiliki ukuran 800-900 meter persegi memanjang dari barat ke timur. Bagian paling selatan adalah nista mandala berupa tempat pemakaman penduduk desa. Setiap pekarangan mempunyai beberapa bangunan berupa ruang tidur, ruang tamu, dapur, balai-balai, lumbung dan tempat sembayang dalam rumah. Bangunan tradisional dengan material tiang dari kayu dan atap yang khas berupa sirap bambu. Sekitar 40% dari luas wilayahnya merupakan hutan bambu. Dari sisi ekologis, hutan bambu berfungsi vital untuk menahan erosi mengingat kondisi lahan desa yang miring. Sumber 6/16 Gambar – 5 Bendung Riam Kanan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Danau Riam Kanan adalah waduk buatan yang dirancang-bangun sejak 1962. Membendung aliran 8 sungai yang bermata air dari Pegunungan Meratus. Diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1973. Dibuat dengan menenggelamkan sekitar 9 desa di areal seluas 9730 hektar. Sumber Fakta kedua dari contoh yang telah dianggap berhasil mendayagunakan dan memelihara penataannya dengan prinsip dasar desain lingkungan-binaan. Serupa dengan fakta pertama, ada perkara yang harus dipegang teguh, yaitu sikap budaya masyarakatnya yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kultural, tidak mudah tergiur dengan produk kemajuan teknologi. Pemanfaatan potensi sumber daya alam diperlakukan dengan sangat arif bijaksana, sesuai dengan kebutuhan dasar kehidupan masyarakatnya. Perbedaan antara kedua contoh faktual tersebut adalah, secara fisik, desain lingkungan-binaan fakta pertama ditata dengan kombinasi pola organik dan geometrik; sedangkan fakta kedua diatur dengan kejelasan pola geometrik yang disesuaikan dengan potensi geografis alamnya. Fenomena faktual tersebut, tentu masih banyak tersebar di kepulauan Nusantara ini, yang sejak sekitar abad XV tetap lestari sampai saat ini di awal abad XXI dalam memelihara keseimbangan ketiga aspek sebagai prinsip dasar desain lingkungan-binaan. Ciri yang sangat mendasar dari kelestarian ini adalah bahwa masyarakat yang menempatinya “diikat” dalam pola budaya yang “homogen”, bila ditinjau dari faktor etnisitas, pandangan-hidup, spiritualitas atau agamanya. Oleh karena itu, setelah dipandu mengenai eksistensi “tradisi-lokal” dalam lingkup “modernitas-global”, seringkali dan hampir di setiap pedesaan tradisional, telah dikembangkan menjadi laboratorium sosial-budaya dan laboratorium tata-ruang morfologis, atau lebih dikenal sebagai “desa-wisata”. Tentu saja, pemerintah juga memberikan bantuan dari berbagai sektor kebutuhan demi kesejahteraan kehidupan masyarakatnya. Kondisi lingkungan-binaan tersebut diatas,sangat pantas dijadikan acuan dalam penataan ruang perkotaan untuk situasi masyarakat yang ditandai dengan keragaman atau “heterogenitas” latar belakang kehidupan warganya. Perkara yang harus dicermati adalah, model pendekatan pola kehidupan sosial-budaya, melalui strategi desain9 “keserupaan benang-merah” yang dapat diterima semua pihak “stakeholders”. DESAIN LINGKUNGAN-BINAAN PADA ABAD XX-AN Di kepulauan Nusantara diartikan sebagai “nusa-antara”, pada sekitar abad XIII-XV yang lebih dikenal dengan nama Indonesia sebagai suatu negara kesatuan yang berdaulat sejak tahun 1945, ditandai dengan 3 tiga model disain lingkungan-binaan. Ketiga model penataan itu diawali dengan yang disebut sebagai 1 pedesaan tradisional dengan basis agrokultur, 2 lingkungan-binaan dengan basis pusat kerajaan, dan 3 perkotaan “benteng” dengan basis penjajahan/koloni Hindia-Belanda sejak abad XVII. Perkembangan fisik masing-masing model selanjutnya tidak setara, karena sangat tergantung geo-politik yang terjadi pada saat itu. Pedesaan tradisional perkembangannya memang tidak sepesat lingkungan perkotaan, karena didominasi oleh adanya pengaruh “irama” alam dan karakteristik normatif kultural yang tidak serta merta mudah menerima perkembangan cara berpikir dan bertindak teknologi. Fakta perkembangan yang dapat dikenali adalah adanya pembangunan struktur jaringan irigasi, termasuk didalamnya pembangunan 9 Barbara Faga, FASLA, Designing Public Consensus, 2006., John Wiley & Sons, Inc. – The role of the professional planners, architects, landscape architects, urban designers, and angineers engaged in a serious process of public participations does not begin with a meeting, not end with responses to the public demands. It begins professionals getting to know people in the community prior to any of the meetings. It is advanced by a few early successes that demonstrate professional wisdom. Prior to devisingrecommendations, it will require presentation of an overarching strategy, and then working to ensure that strategy is accepted by all concerned. 7/16 Gambar – 6 Pedesaan di sekitar Bendung Riam Kanan. Kesejahteraan pedesaan ini memanfaatkan dampak geografis atas pembangunan bendung untuk jaringan irigasi dan pembangkit tenaga listrik Sumber Google map beberapa waduk/bendungan yang secara fisik, menjadi titik perubahan desain lingkungan sekitarnya. Pada umumnya lingkungan pedesaan yang dijadikan pengembangan pusat jaringan irigasi berupa bendung, akan diikuti dengan peningkatan jaringan tenaga listrik atau penerangan buatan, pola pertanian air perikanan, dsb, dan pegembangan kegiatan kepariwisataan jasa maupun barang. Demikian pengembangan bagi lingkungan pedesaan secara tipologis. Pembangunan prasarana dan sarana fisik dan spasial ini dimulai sekitar tahun1960, pada awal masa Pemerintahan Republik Indonesia, dengan arahan kendali oleh Presiden pertama “founding fathers”, & wakilnya, Dampak dari pembangunan ini terfokus pada penataan kembali lokasi baru bagi pedesaan yang terkena proyek. Pola penataan lingkungan-binaan baru ini, biasanya dengan dilandasi kebijakan publik berupa pendayagunaan lahan yang tidak/kurang produktif atau sebagai daya upaya pengembangan pola transmigrasi. Pola desain lingkungan-binaan baru yang tipologis dengan program transmigrasi ini, sudah tentu dilandasi dengan prinsip desain “keefektifan & efisiensi” sebagai metoda dan proses yang didominasi pada kelayakan dan terpenuhinya kebutuhan dasar “basic-needs”10 untuk kehidupan keluarga pada saat itu. Secara planimetris, pola desain yang dapat disimak adalah “geometris”. Apabila dikaji mendetail, polanya agak serupa desainnya dengan model desa adat wisata Penglipuran. Namun bedanya kandungan spirit kultural yang mengikat kebersamaan warganya beragam. Lingkungan-binaan yang berbasis pusat kerajaan atau “monarkhikal”11 tidak banyak ditemukan di Indonesia. Satu-satunya daerah setingkat provinsi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta12, dengan kota Yogyakarta sebagai pusat pemerintahannya yang dikepalai oleh Sri Sultan Hamengku Bawono Raja/Sultan di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. 10 & ed., Target Setting for Basic Needs, International Labour Organisation, Geneva office, 1982. 11 A monarchy is a country that is ruled by a monarch, and monarchy is this system or form of government.; A monarch, such as a king or queen, rules a kingdom or empire. In aconstitutional monarchy, the monarch's power is limited by a constitution. But in an absolute monarchy, the monarch has unlimited power. Monarchy is an old form of government, and the word has been around a long time. It derives from Greek monarkhiā, frommonarkhos "monarch." 12 Undang-undang RI tahun 2012, tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. 8/16 Selain Daerah Istimewa Yogyakarta, di wilayah negara Republik Indonesia ini terdapat pula lingkungan-binaan yang berpola pada pusat “monarkhikal” juga yaitu Kasultanan Kasepuhan di kota Cirebon, yang terbatas pada kawasan internal di lingkup Kasultanan saja, tidak memiliki kewenangan pada wilayah perkotaannya. Mengenai perkara lingkungan-binaan dibawah kultur “monarkhikal” ini, sudah tentu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kultural yang terkandung didalam kehidupan kemasyarakatannya. Secara khusus dapat diformulasikan pada kesempatan lain atau pada riset yang masih sedang kami lakukan. Lingkungan-binaan yang dikenal dengan sebutan perkotaan yang berbasis pada pola “benteng” adalah model desain kota yang dikembangkan oleh pendatang yaitu pemerintahan Hindia-Belanda. Model desain lingkungan-binaan yang “eksklusif” ini, pada saat setelah seluruh wilayah kesatuan diproklamasikan pada tahun 1945, berada pada kewenangan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, pada kota-kota di Indonesia di awal pemerintahannya dihadapkan secara garis besar pada dua pola desain, yaitu pola tata-kota yang dibuat pada jaman kolonialisasi, dan pola tradisional yang berbasis pada “monarkhikal”. Kedua pola besar desain perkotaan tersebut memiliki keserupaan dan juga perbedaan. Keserupaan yang tampak adalah pada struktur penataan jaringan sirkulasinya, yaitu geometrik pada area dataran dan penataan struktur organik pada area perbukitan, atau kombinasi keduanya ketika lingkungan-binaan itu berada pada rupa lahan dengan kemiringan topografis berganti. Sementara itu didapati 3 tiga perbedaan yang menyolok “signifikan”, yaitu 1 Pola desain struktur lingkungan-binaan “monarkhikal” atau tradisi lokal selalu didapati Ruang Terbuka Publik yang berupa Alun-alun, dengan 4 empat elemen primer perkotaan, seperti Kompleks Keraton, Kompleks Perkantoran Pegawai kota, Gedung Peribadatan, dan Pasar. Pada desain lingkungan-binaan ex Hindia-Belanda tidak didapati struktur tatanan seperti itu, kalaupun ada ruang terbuka, maka hanya berfungsi sebagai taman atau lapangan olahraga dan tidak dilengkapi elemen primer tersebut. 2 Pola desain jaringan sirkulasi lingkungan tradisional, lebar jalan dibuat secukupnya dan tidak terlalu lebar, dengan perpetakan lahan yang tidak terlalu besar, kecuali fasilitas publik disekitar Alun-alun. Pola vegetasi lebih diutamakan pada halaman disetiap petak lahan privat masing-masing; sementara vegetasi di ruang publik seringkali diberi predikat simbolik di seputaran Alun-alun. Pada lingkungan Hindia-Belanda pada umumnya jaringan sirkulasi dibuat lebar-lebar, bahkan didapati ruang jalan yang disebut sebagai “boulevard”, yang dilengkapi dengan pola elemen vegetasi sebagai fungsi peneduh di hampir semua tepian ruang jalan. Pola perpetakan lahannya juga luas +/- 1000 m2, sedangkan elemen bangunan/gedungnya berdiri tunggal yang biasanya dilengkapi bangunan samping, yang seringkali disebut “pavilion” atau malah berdempetan satu sama lain pada fungsi pertokoan. 3 Perkembangan kedua pola besar struktur tata-ruang tersebut ditandai dengan “stagnasi” pada lingkungan-binaan ex Hindia-Belanda dan perkembangan yang lambat pada pola lingkungan-binaan tradisional. Semua itu pada umumnya disebabkan oleh perkembangan aspek perekonomian negara dan masyarakat yang masih difokuskan pada pemenuhan akan sandang dan pangan, sedangkan perkara papan perumahan dan permukiman sebagai “physical propperty” baru dirintis sekitar tahun 1970an. Kondisi keserupaan dan perbedaan tersebut yang memunculkan ragam fenomena perkembangan aktivitas disekitarnya, yang secara langsung diakibatkan adanya aglomerasi antara golongan ekonomi kuat atau golongan pengambil keputusan terhadap golongan ekonomi lemah13. Kedua golongan pertama tersebut, pada umumnya memanfaatkan bangunan/gedung es Gedung-gedung Hindia-Belanda dengan rupa arsitektur kolonial “The Empire Style, de Stijl, es Nouveau, dsb”, sementara golongan ketiga bertempat-tinggal di perkampungan kota, dengan rupa arsitektur seadanya. Fenomena ini berlangsung secara gradual yang secara perlahan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan dan desain lingkungan perkotaan, dan memunculkan adanya pemanfaatan lahan publik untuk kegiatan secara “informal” yang dikenal sebagai para 13 McGee, The Urbanization Process in the Third World., Bell & Hyman Ltd, 1971., Revolutionary Change and the Third World City, A Theory of Urban Involution. 9/16 Gambar – 7 Pola desain lingkungan permukiman dan tipikal rupa koridor di Perumnas Denpasar, Bali Struktur Ruang Lingkungan-binaan yang berbasis pada “efisiensi & keefektifan”pemanfaatan lahan. Sumber Google Map & Google Street View 2015 Gambar – 8 Model desain lingkungan-binaan di awal abad XX. Kiri Kota Manado Kanan Gedung & Bunderan Taman Balai Kota Malang. Sumber google map. pedagang “kaki-lima” PKL. Kawasan Pusat Kota khususnya ditandai dengan “percampuran” tidak terarah “chaos” antara desain lingkungan yang ditata baik dan yang sembarangan. Sampai dengan sekitar tahun 1996/1997 situasi pembangunan perkotaan ditandai dengan kebijakan mengenai pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman yang dikoordinasi oleh Perumnas14, sebuah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang pengadaan tanah permukiman dan pembangunan prasarana/sarana perumahan. Dampaknya adalah perkembangan bentuk perkotaan melebar ke arah pinggiran “fringe area”, dengan model desain lingkungan-binaan yang berlandaskan “efisiensi & keefektifan” pemanfaatan lahan. 14 Perusahan didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1974, diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1988, dan disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2004 tanggal 10 Mei 2004. Sejak didirikan tahun 1974, Perumnas selalu tampil dan berperan sebagai pioneer dalam penyediaan perumahan dan permukiman bagai masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Pada periode 1974-1982, Perumnas memulai misinya dalam membangun perumahan rakyat menengah kebawah beserta sarana dan prasarananya. Ribuan rumah di bangun di daerah Depok, Jakarta, Bekasi dan meluas hingga Cirebon, Semarang, Surabaya, Medan, Padang dan Makassar. Pada 1983-1991, Perumnas selain membangun rumah sederhana juga mulai merintis pembangunan rumah susun sederhana dengan tujuan mendukung program peremajaan perkotaan. Pada 1992-1998, Perumnas membangun hampir 50% dari total pembangunan rumah nasional. Melonjaknya produksi perumahan ini didorong oleh program pemerintah untuk membangun rumah sederhana RS dan rumah sangat sederhana RSS 10/16 Gambar – 9 Dua model desain lingkungan-binaan yang di rancang bangun oleh pemerintah Hindia-Belanda awal abad XX atau sekitar tahun 1918-1920 an Pola geometrik proporsional terhadap semua elemen lingkungan perkotaan, yang memberi dampak positif pada ranah pengalaman estetika perkotaan dan kejelasan prinsio arsitektur-kotanya. Gambar atas Taman Bunder Kota Malang; Gambar bawah Taman Diponegoro Kota Semarang. Sumber Google map / Google street view 2015 Beberapa contoh/model desain lingkungan-binaan pada kota kolonial dan kota tradisional di abad XX-an, dimana pola geometrik proporsional terhadap lingkungan sekitarnya, serta berskala “humanitas” terhadap para pejalan kaki, terlepas dari keterbatasan kemajuan teknologi saat itu. 11/16 DESAIN LINGKUNGAN-BINAAN PADA AKHIR ABAD XX DAN AWAL ABAD XXI Bagi Indonesia peralihan abad XX ke XXI ini tampaknya mendapat beberapa peristiwa yang harus dicermati secara komprehensif setelah menjalani proses bernegara dan berbangsa selama kurang lebih 70 tahun. Berbagai aspek kehidupan berbangsa mengalami cobaan yang layak dikaji ulang agar proses membangun kesatuan dan persatuan semakin membaik. Oleh karena aspek politik dan ekonomi terganggu, maka aspek fisik menerima konsekuensi logisnya. Pembangunan bidang fisik-spasial arsitektur-kota pun terpengaruh karena proses perencanaan dan desain lingkungan-binaan sangat dipengaruhi oleh baik-buruknya kebijakan dan konsensus publik yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang. Namun sejak tahun 2000 telah ditetapkan beberapa produk hukum terkait dengan desain lingkungan-binaan, yaitu diantaranya adalah 1. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan Lingkungan. 2. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan. 3. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. 5. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN. 6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006 tentang JALAN. 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. 9. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG. 10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi. 11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. 13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. 14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan bagian bagian JALAN. 15. Dan lain sebagainya, yang secara substansial terkait dengan eksistensi lingkungan-binaan Produk kebijakan Pemerintah yang utama dalam kaitannya dengan desain lingkungan-binaan adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan15; yang didalamnya telah ditetapkan secara detail dan terperinci segala aspek, faktor, komponen dan elemen yang harus dipotensialkan, dalam upaya mendesain lingkungan-binaan. Selain perkara sejumlah landasan legalitas tersebut diatas, proses desain lingkungan-binaan saat in, secara “universal” ada yang harus dipertimbangkan secara serius sebagai aspek sekaligus fakta utama dalam era abad XXI ini, “mumpung” masih berada di awal abad ini, yaitu perkara keberlangsungan ekosistem atau “sustainability”16. Terkait dengan prinsip 15 Pemahaman Pedoman RTBL Rencana Tata Bangunan & Lingk 16 Meaning of “sustainability” in the English Dictionary ENVIRONMENT, NATURAL RESOURCES - the idea that goods and services should be produced in ways that do not use resources that cannot be replaced and that do not damage the environment the ability to continue at a particular level for a period of time. - Michiel Schwarz & Joost Elffers.,In the 20th century, our world was designed around modernist ideas and values. This could be seen in our architecture, product design, business models, urban planning, and much more. With modernism came a fascination with technology, modes of industrial production, a focus on material goods, underpinned by a particular idea of progress. But this century heralds a cultural shift. Sustainism, in our view, represents a new mind-set that, like modernism before it, will turn out to define how we see our world, what we value, and how we shape our living environment. It will become the new operating context for all of us. 12/16 “keberlanjutan ekosistem” ini, tokoh “sustainism” Schwarz menyampaikan begini “…Designers and architects have been among the first to see the fundamental shifts we associate with sustainism — for example, how perceptions of place have changed. The internet in particular has given a new meaning to the local almost every place in the world is globally connected, 24/7. We live in local worlds, but we are also global citizens….” Tentu bila disimak, ketetapan substansial yang tersurat maupun tersirat pada serangkaian peraturan-perundangan di negeri ini sudah secara sengaja memasukkan perkara keberlanjutan ekosistem itu, akan tetapi seringkali pada aplikasi di lapangan tidak diterapkan atau pengawasan kurang ditegakkan. Apabila seluruh warga negara negeri ini patuh terhadap ketentuan tersebut, sebagai bagian kecil dari warga dunia tentu dapat secara pro-aktif menjaga kelestarian alam semesta. Jadi benar sungguh, apa yang disampaikan Schwarz menjadi teguran keras bagi para desainer, arsitek dan perencana-perkotaan, agar mengecek kembali dokumen perencanaan maupun desainnya dapat menjamin keberlangsungan ekosistem. Perkara “sustainability” ini memang menjadi dilematis dalam proses desain lingkungan, oleh karena pada saat ini semua warga dunia telah di “manja”kan oleh perkembangan teknologi apapun, yang akan berdampak pada “keterpaksaan” menggunakan atau menyediakannya semata untuk memenuhi aktivitas yang disyaratkan sebagai “profesionalitas”. Beberapa contoh terkait dengan desain lingkungan-binaan adalah 1. Perencanaan jalan di perkotaan saat ini hampir selalu menyertakan ruang pejalan kaki yang disebut sebagai “trotoir”, yang posisinya selalu lebih tinggi sekitar 20 cm dari muka jalan, kemudian di bawah “trotoir” itu dibuat saluran air hujan. Problematiknya adalah 1 Perilaku masyarakat untuk terbiasa membersihkan saluran tidak punya, karena sudah biasa dilayani. 2 Kalaupun ada yang bertugas, maka pelaksanaan tugasnya tidak rutin dilakukan. 3 Kalau disimak dari arahan teknis membuat muka jalan harus “melengkung” sekitar 1% kearah tepian jalan; akan tetapi sekarang perkara teknis ini tidak ada yang memperhatikan, bahkan materialnyapun dari beton bertulangkah?, yang sifat materialnya sulit dilengkungkan. 4 Sifat beton memang tidak menyerap air, dan tidak lekang kena panas matahari,akan tetapi bila terjadi retak rambut, maka sifat kekuatan beton “runtuh”; disamping memiliki tingkat radiasi panas lebih tinggi daripada aspal. Pertanyaan yang relevan bagi keberlangsungan ekosistem adalah, kapan lagi tepian jalan ada “bahu-jalan” yang berupa tanah berumput, seperti saat awal abad XX dulu? 2. Bila ada ketentuan angka Koefisien Dasar Hijau = 30%, maka problematiknya rupa muka lahan seperti apa sebesar 30% tersebut, apakah murni muka tanah yang hanya ditutupi rumput ataukah mulai diberi material lain yang relatif tidak menyerap adalah, mengapa penghuni rumah menjadi “takut” melihat tanah berumput? Kedua contoh perkara desain ini dapat dilakukan dengan “niat” yang tinggi untuk memelihara keberlangsungan proses alami, sebagaimana contoh di awal tulisan ini. Perkara yang dilematis tentu dapat dijawab dengan cermat, karena ternyata yang berkehidupan sungguh akarab dengan alam, justru menjadi obyek wisata, artinya hanya sebagai “tontonan” belaka. Bagaimana ini ? Dalam menjelajahi kata kota perlu memahami beberapa kata kunci yaitu; Pertama, adalah gagasan tentang Kota. Dalam bahasa Indonesia, kata Kota bermula sebagai benteng. Daerah atau kawasan yang dilindungi dan dipertahankan, tempat kedudukan orang penting dan berkuasa, pusat pemerintahan atau kerajaan. Dari pengertian yang khusus itu kemudian berkembang dan mencakup pengertian Kota yang modern, yakni tempat kehidupan orang banyak kepadatan tinggi, di lingkungan yang terbatas dengan berbagai keahlian khusus heterogen yang bekerja sama didalam suatu hubungan organisasi tertentu. Seperti halnya dengan definisi kebudayaan, maka untuk kota pun banyak dijumpai definisinya. Para ahli belum sepakat, selain daripada kenyataan bahwa Kota itu berkitn dengan masalah pengaturan penggunaan lahan. Akhirnya Rapoport 197932-3417 berkesimpulan bahwa 17 RAPOPORT, Amos – 1979. “On the Cultural Origins of Settlements”, dalam Introduction to Urban Planning, New York McGrawHill, 13/16 gagasan tentang kota tergantung pada pola budaya yang dianut atau dimiliki. Kesimpulan Rapoport ini penting karena hal itu menunjukkan bahwa pengertian kota, ternyata dapat disamaratakan begitu saja, apalagi kalau dikenakan pada masa awal peradaban manusia. Kini, oleh kemajuan teknologi-komunikasi yang memungkinkan pengumpulan data pembanding yang cukup banyak, telah dicapai keseragaman beberapa pengertian; misalnya pemahaman tentang gejala “urbanism”. Ada kota yang lahir oleh keinginan untuk menciptakan suatu keteraturan baru yang hanya diujudkan melalui bentuk kekuasaan. Dan kekuasaan ini dapat tercipta hanya kalau ada “surplus” “economy of plenty”, yang dimungkinkan hanya kalau ada spesialisasi, atau pembagian kerja. Pandangan seperti ini merupakan saripati teori lahirnya sebuah kota yang klasik, mengutamakan kegiatan pertanian sebagai sumbernya. Itulah sebabnya, kota-kota lahir di daerah yang subur. Kedua, adalah tentang Pusat Kota. Sejarah lahirnya kota-kota sebagai bagian dari peradaban manusia, menunjukkan akan adanya hubungan antara gagasan “pusat” dengan kehidupan religius symbolism of “center” lihat Eliade, 196927-5118. Tampaknya, gagasan ini tidak dapat dipertahankan tanpa penyertakan juga unsur-unsur alam geografi dan/atau ekologi dan juga interaksi antara manusia dengan lingkungannya sendiri. Kondisi lingkungan dan jumlah penduduk akan turut menentukan bentuk perwujudan akhir sebuah kota; mengapa candi-candi di Jawa Timur lebih langsing daripada candi di Jawa Tengah merupakan contoh akan adanya pengaruh hubungan itu OngHokHam, 1983169-18019. Pusat kota sama dengan pusat kekuasaan istana, masjid, atau kuil, tempat kedudukan orang-orang penting dan penyimpanan bahan-bahan baku yang utama pusa kota di mesopotamia selalu mempunyai tandon air yang sangat besar. Dari titik itu memancar garis-garis pengaruh yang pada hakikatnya berkehendak untuk mengatur dan mengelola demi kepentingan dan keselamatan bersama. Dari situ pula muncul kata wasiat dalam peradaban manusia administrasi! Itu pula yang mengisyaratkan penguasaan tulis-menulis untuk lahirnya sebuah kota. Dalam pustaka perancangan kota urban design yang modern, pengertian pusat kota ini telah semakin semarak dan kompleks, serbaneka. Faktor yang dikandungnya semakin beragam, kadang-kadang yang satu lebih dominan dari yang lainnya. Kadang menjadi sangat khusus Central Business District/CBD atau civic center/pusat pemerintahan, sehingga perwujudan desain kotanya-pun khusus. Ketiga adalah Alun-alun, lahan terbuka tempat berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pemerintahan dan kemasyarakatan mengambil tempat; itulah pusat kota! Menurut Haryoto Kunto 1986385ff20 yang mengutip pembicaraannya dengan Van Romondt, kata alun-alun berasal dari ombak atau gelombang laut yang menggambarkan banyaknya manusia yang berkumpul di lahan terbuka itu. Alun-alun dapat juga dibandingkan dengan Agora di Yunani, atau Forum di Romawi, yakni ruang terbuka tempat warga kota berinteraksi, dari kegiatan ekonomi hingga dengan politik, atau juga terkait dengan ruang terbuka di tengah Bale Banjar kadang-kadang disertai Bale kulkul yang didirikan orang Bali. Ruang terbuka di tengah kawasan, seperti halnya dengan Alun-alun ini, merupakan “titik nol” untuk berorientasi, tempat awal perwujudan gagasan imago mundi, idealisasi alam raya di muka bumi. Manusia Renaisans mengabstraksikannya ke dalam diri “Aku” ego dan yang kemudian membebaskannya dari alam benda ontologis, seperti halnya juga tugu axial mundi yang menandai dibebaskannya suatu lahan dari pengaruh kekuasaan roh jahat dan menjadikannya lahan yang aman dan absah bagi kehidupan manusia. Dari sudut ini, kebiasaan untuk menanam pohon beringin ditengahnya adalah suatu tindakan penegasan suatu pengembangan rutialistik lebih lanjut. 18 ELIADE, Mircea – 1969. Image & Symbols, Studies in Religious Symbolism,New York Sheed and Ward. 19 OngHokHam – 1983. Proses Kesenian Indonesia dari Masa ke Masa, dalam Rakyat dan Negara, Jakarta Sinar Harapan, 20 KUNTO, Haryoto – 1989. Semerbak Bunga di Bandung Raya, Bandung Granesia 14/16 Gambar – 10 Dua model desain lingkungan-binaan perkotaan, kota berbasis tata-ruang ex Hindia-Belanda gambar atas, kota Surabaya; dan tata-ruang perkotaan berbasis “monarchical-values”, kota Yogyakarta. Perhatikan ekspresi tata massa Bangunan/Gedung yang “berkompetitif” dalam ekspresi “modernitas” morphologis pada model desain kota Surabaya. Perhatikan pula citra ekspresif dari kota yang berbasis “traditional-values” pada lingkungan perkotaan kota Yogyakarta. Sumber Google map 2015 Mengakhiri tulisan ini, mari disimak gambar-gambar desain lingkungan-binaan, bukan berati yang terbaik akan tetapi biarkan menginspirasi kritis mana dan apa yang benar atau yang keliru atas fakta lingkungan ini. 15/16 Gambar – 11 Pandanga ke Taman Diponegoro Semarang dari arah utara. Perhatikan desain trotoir dan eksistensi fungsi taman publik kota. Sumber google street view 2015 Gambar – 12 Panorama lokal kota Banjarmasin, kota Ambon dan kota Manado. Panorama tipikal desain Lingkungan-binaan di awal abad XXI, berbangunan tinggi, padat, “less of natural elements”. Sumber Gambar – 13 Model tipikal pemanfaatan lahan yang dikendalikan melalui ketentuan rasio lahan tertutup bangunan dan lahan terbuka. Contoh ini adalah Gedung Museum di kota Medan. Sumber 16/16 Gambar – 14 Dua model Panorama desain koridor dengan determinasi geografis sungai, dipandang ke arah Gedung Balaikota Surabaya atas. Panorama Taman Balaikota Surabaya. Dapatkah model desain ini menjadi contoh desain yang mendayagunakan basis “urban-sustainability”, sementara diberitakan Surabaya Raih Penghargaan ASEAN Environment Sustainable City / Mei 28, 2011 Sumber Google Street view 2015 dan SurabayaPost. Dari gambar-gambar fenomenal diatas terasa bahwa menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada desain lingkungan-binaan terhadap desain arsitektural, dapat di dekati melalui aspek spasial dan fungsional yang secara aktual eksis serta memiliki potensi baik untuk di kembangkan. Kedua aspek tersebut seolah bersaing satu sama lain, walaupun keduanya dalam kesatuan. Problematika akan muncul ketika keduanya tidak dapat didudukan secara proporsional, yang ditandai dengan kehilangan harmoni dinamika totalitas kegiatan pada area terkait. Kedudukan aspek spasial dan aspek fungsional, terhadap dinamika kegiatan lingkungan perkotaan dapat di simak dari matriks di samping ini ini. Terimakasih, Bandung 11 Februari 2016. / FX Budiwidodo Pangarso, dan rekan. ... 2 the built environment, namely the living environment formed, modified, managed, and determined by human conditions to meet their life needs. Pangarso, [8] said, the built-environment is a term for the condition of an area or area where there is already a group of people living by building a residence in the form of a building/building and its complementary infrastructure, even if it is simple. Based on some of the opinions above, it can be concluded that the built environment is formed because of the human need and ability to change the landscape to make it more effective and efficient in meeting the needs of their lives. ...Dua model desain lingkungan-binaan perkotaan, kota berbasis tata-ruang ex Hindia-Belanda gambar atas, kota Surabaya; dan tata-ruang perkotaan berbasis "monarchical-valuesKota YogyakartaDua model desain lingkungan-binaan perkotaan, kota berbasis tata-ruang ex Hindia-Belanda gambar atas, kota Surabaya; dan tata-ruang perkotaan berbasis "monarchical-values", kota yang "berkompetitif" dalam ekspresi "modernitas" morphologis pada model desain kota Surabaya. Perhatikan pula citra ekspresif dari kota yang berbasis "traditional-values" pada lingkungan perkotaan kota YogyakartaPerhatikan Ekspresi Tata Massa BangunanPerhatikan ekspresi tata massa Bangunan/Gedung yang "berkompetitif" dalam ekspresi "modernitas" morphologis pada model desain kota Surabaya. Perhatikan pula citra ekspresif dari kota yang berbasis "traditional-values" pada lingkungan perkotaan kota Yogyakarta. Sumber Google map 2015mari disimak gambar-gambar desain lingkungan-binaan, bukan berati yang terbaik akan tetapi biarkan menginspirasi kritis mana dan apa yang benar atau yang keliru atas fakta lingkungan iniMengakhiri Tulisan IniMengakhiri tulisan ini, mari disimak gambar-gambar desain lingkungan-binaan, bukan berati yang terbaik akan tetapi biarkan menginspirasi kritis mana dan apa yang benar atau yang keliru atas fakta lingkungan ini. 15/16less of natural elements". Sumber Gambar-13 Model tipikal pemanfaatan lahan yang dikendalikan melalui ketentuan rasio lahan tertutup bangunan dan lahan terbukaXxi Panorama Tipikal Desain Lingkungan-BinaanPanorama tipikal desain Lingkungan-binaan di awal abad XXI, berbangunan tinggi, padat, "less of natural elements". Sumber Gambar-13 Model tipikal pemanfaatan lahan yang dikendalikan melalui ketentuan rasio lahan tertutup bangunan dan lahan terbuka. Contoh ini adalah Gedung Museum di kota Medan. Sumber 16/16 Istilah lingkungan sering digunakan dalam berbagai keperluan dan bidang pengetahuan. Namun, tidak semua orang memahami makna dari kata “lingkungan”. Artikel ini akan mengulas pengertian lingkungan menurut para ahli, jenis-jenis dan pembagian serta manfaatnya. Lingkungan Adalah Kesatuan Ruang dan Isinya Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, sumber daya, energi, keadaan, dan makhluk hidup termasuk juga manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain menurut Undang undang No. 23 Tahun 1997. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, istilah lingkungan dapat diartikan sebuah daerah atau kawasan dan seluruh bagian yang terdapat di dalamnya yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Suatu lingkungan terdiri dari kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti air, tanah, udara, energi surya, mineral, dan flora fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan. Lingkungan dapat juga dibagi menjadi komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah segala sesuatu yang tidak bernyawa seperti air, tanah, udara iklim, cahaya, kelembaban, dan bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme virus dan bakteri. Baca juga Apa itu Konservasi? Pengertian, Tujuan, Fungsi dan Manfaat Konservasi Infografis tentang lingkungan oleh LindungiHutan. Para ahli telah menjabarkan beberapa definisi dan pengertian lingkungan diantaranya yaitu 1. Ahmad 1987 Lingkungan adalah suatu kesatuan dengan kehidupan para manusia. Menurut Ahmad, pengertian lingkungan hidup adalah satu sistem di dalam kehidupan. Di dalam sistem kehidupan tersebut ada sebuah campur tangan dari manusia-manusia. 2. Emil Salim 1976 Menurut Prof. Emil Salim, yang merupakan seorang ahli ekonomi, cendekiawan, pengajar, dan politisi Indonesia, lingkungan diartikan sebagai benda, kondisi, dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. 3. Darsono 1995 Darsono mengungkapkan lingkungan adalah semua benda dan kondisi yang berisi manusia beserta kegiatannya. Semua hal tersebut berada di dalam suatu ruang dimana manusia itu tinggal. Segala unsur tersebut tentunya berpengaruh pada kelangsungan dan kesejahteraan hidup manusia serta makhluk hidup lain yang hidup. 4. Amsyari 1989 Pengertian lingkungan menurut Amsyari dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu lingkungan fisik, biologis dan sosial. Lingkungan fisik adalah semua hal yang terdapat di sekitar manusia. Wujud dari lingkungan fisik adalah benda mati, seperti udara, air, cahaya, batu, rumah, dan lain biologis dalam pengertian ini adalah semua unsur yang ada di sekitar hidup manusia, yaitu enyerupai organisme hidup, kecuali yang ada pada diri manusia itu sendiri. Contohnya seperti tumbuhan dan sosial adalah kehidupan sekumpulan manusia yang ada di suatu lingkungan masyarakat. Di dalam lingkungan sosial ini manusia saling berhubungan dengan masyarakat. 5. Otto Soemarwoto Otto Soemarwoto dalam buku Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan menjelaskan lingkungan adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan jasad renik bersama dengan benda hidup dan tidak hidup di dalamnya yang menempati ruang tertentu. 6. St. Munadjat Danusaputro Definisi lingkungan menurut beliau adalah semua benda dan daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidupnya serta kesejahteraan manusia. 7. Michael Allaby Menurut Michael Allaby lingkungan hidup merupakan lingkungan fisik, lingkungan biotis dan lingkungan kimiawi yang mengelilingi kehidupan seluruh organisme. 8. Sambas Wirakusumah Lingkungan merupakan semua aspek kondisi eksternal biologis, dimana organisme hidup dan ilmu-ilmu lingkungan menjadi studi aspek lingkungan organisme itu. 9. Sri Hayati Pengertian lingkungan menurut Sri Hayati adalah sebuah kesatuan diantara suatu ruang dan semua benda serta keadaan makhluk hidup yang ada di dalam ruang tersebut. Di dalam kesatuan tersebut juga terdapat makhluk hidup dan perilakunya, demi melangsungkan kehidupan serta kesejahteraan. 10. Soedjono Soedjono menjelaskan lingkungan adalah bagian dari lingkungan hidup. Di dalam lingkungan terdapat dua unsur, unsur tersebut adalah lingkungan hidup jasmani dan lingkungan hidup fisik yang meliputi semua faktor serta unsur fisik jasmaniah. 11. Supardi 2003 Menurut Supardi lingkungan adalah jumlah dari keseluruhan benda. Benda tersebut mencakup benda yang hidup dan juga yang mati, termasuk semua kondisi yang ada di sekitar manusia untuk tinggal. Lingkungan dibagi menjadi dua yaitu lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. 12. Jonny Purba Pengertian lingkungan menurut Jonny Purba adalah sesuatu yang memiliki status sebagai lokasi terjadi semua kegiatan. Kegiatan tersebut termasuk aktivitas baik seperti interaksi sosial kepada berbagai kelompok dan pranatanya. Serta semua aktivitas lain yang dipengaruhi oleh symbol-simbol dan nilai yang berlaku. 13. S. J. McNaughton dan Larry L. Wolf J. McNAughton dan Larry L. Wolf menjelaskan bahwa pengertian lingkungan adalah semua faktor eksternal. Faktor yang dimaksud adalah baik yang bersifat fisika atau bersifat biologis. Faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh langsung kepada kehidupan. Seperti pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas-aktivitas reproduksi dari sebuah organisme. 14. Bintarto engertian lingkungan secara sederhana menurut Bintarto adalah semua sesuatu yang ada di sekitar kehidupan manusia. Kondisi tersebut seperti benda atau non benda. Serta mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh sikap dan tindakan yang dimiliki oleh manusia. 15. Kamus Ekologi Pengertian lingkungan dalam kamus ekologi yaitu bagian dari keseluruhan yang berhubungan satu sama lain. Selain itu, lingkungan juga berkaitan antara makhluk hidup dan makhluk yang tidak hidup. Keseluruhan tersebut berada secara alami di bumi dan daerah-daerah lainnya. 16. Ensiklopedia Kehutanan Pengertian lingkungan juga terdapat di dalam ensiklopedia kehutanan. Sebab lingkungan termasuk objek kajian dari bidang kehutanan. Lingkungan adalah jumlah total dari seluruh faktor non genetik. Jumlah tersebut memiliki pengaruh pada pertumbuhan serta reproduksi pohon. Baca juga Green Marketing Pengertian, Tujuan, Komponen, Manfaat dan Contohnya Jenis-jenis Lingkungan Jenis lingkungan sangat beragam dan berbeda-beda. Beberapa jenis dapat dikelompokkan menjadi baidang-bidang tertentu. A. Lingkungan Berdasarkan Proses Terbentuknya Lingkungan berdasarkan proses terbentuknya dibagi menjadi lingkungan alami dan lingkungan buatan. 1. Lingkungan Alami Lingkungan alami adalah lingkungan yang terbentuk akibat dari proses alam secara dinamis, artinya tidak ada kesengajaan manusia dalam pembentukannya. Lingkungan alami terdiri dari atas sumber-sumber alami berupa ekosistem dan berbagai komponen yang ada baik itu komponen fisik maupun biologis. 2. Lingkungan Buatan Lingkungan buatan adalah lingkungan yang tujuan pembuatannya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia yang jumlahnya tidak terbatas. Jenis lingkungan yang dibuat oleh manusia ditujukan untuk memberi manfaat yang sangat baik bagi manusia dan juga makhluk makhluk lainnya. Manfaat lingkungan buatan ini diantaranya sebagai sarana memenuhi kebutuhan masyarakat, contohnya adalah pembuatan waduk atau bendungan untuk menampung air, karena manusia sangat memerlukan air untuk bisa bertahan hidup. Fungsi rekreasi atau wisata juga menjadi salah satu manfaat dari lingkungan buatan seperti danau bendungan, taman bunga, atau kebun buah yang dapat dijadikan tempat untuk berwisata. B. Lingkungan Berdasarkan Unsur Pembentuknya Jenis lingkungan berdasarkan unsur pembentuknya terbagi menjadi 2 yaitu lingkungan biotik dan abiotik. 1. Lingkungan Biotik Lingkungan biotik adalah lingkungan yang komponennya terdiri komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup atau organisme yang ada di permukaan bumi. Komponen lingkungan biotik terdiri dari manusia, hewan, dan tumbuh tumbuhan. Komponen biotik dapat digolongkan berdasarkan ukurannya, yaitu makroorganisme dan mikroorganisme. Selain itu berdasarkan perannya, komponen biotik dapat dibedakan menjadi produsen, konsumen, dan dekomposer. 2. Lingkungan Abiotik Lingkungan abiotik adalah lingkungan yang komponennya terdiri dari komponen abiotik atau tidak hidup yaitu komponen yang terdiri dari benda-benda yang bukan makhluk hidup dan ada di sekitar lingkungan. Komponen ini sangat mempengaruhi kelangsungan hidup. Jenis komponen abiotik diantaranya adalah faktor kimiawi yaitu senyawa anorganik H2O, N2 , O2 , CO2 , mineral, dsb dan senyawa organik KH, protein, dsb kemudian faktor fisik yang terdiri dari suhu, sinar matahari, angin, air, udara, kelembaban, cahaya, suhu, pH, salinitas, topografi dan lain sebagainya. Lingkungan abiotik terdiri atas 1. Suhu Suatu proses biologis yang dipengaruhi oleh perubahan pada suhu, contohnya mamalia & burung sebagai makhluk hidup yang dapat mengatur sendiri suhu tubuhnya. 2. Air Ketersediaan air dapat mempengaruhi distribusinya suatu organisme Contohnya organisme dapat beradaptasi dan bertahan hidup dengan memanfaatkan ketersediaan air yang berada di padang pasir. 3. Garam Konsentrat pada garam akan mempengaruhi keseimbangan air dalam organisme melalui osmosis. Contohnya pada Beberapa organisme terestrial yang dapat beradaptasi pada lingkungan dan kandungan garamnya yang cukup tinggi. 4. Sinar Matahari Intensitas dan kualitas pada sebuah cahaya matahari akan mempengaruhi proses fotosintesis, karena air mampu menyerap cahaya sehingga proses fotosintesis dapat terjadi di sekitar permukaan matahari. 5. Kadar pH Kondisi pH lingkungan dapat mempengaruhi kerja enzim, pH optimum merupakan kondisi pH yang mendukung bekerjanya enzim secara optimal dan setiap enzim memiliki pH optimum yang berbeda-beda. 6. Tingkat Salinitas Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam air. Selain kandungan dalam air, terkadang salinitas juga digunakan sebagai istilah kandungan garam dalam tanah. Baca juga Pengertian Emisi Karbon, Penyebab, Dampak dan Cara Menguranginya Manfaat Lingkungan Lingkungan memiliki manfaat dan fungsi yang beragam, diantaranya yaitu 1. Tempat Makhluk Hidup Tinggal Tentunya manfaat lingkungan yang paling penting adalah sebagai tempat tinggal. Di dalam lingkungan, terdapat beragam makhluk hidup yang tinggal dengan keadaan yang beragam pula sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Lingkungan adalah tempat yang kondusif dan ideal untuk digunakan. Makhluk hidup menjadikan lingkungan sebagai tempat interaksi. Di dalam lingkungan, makhluk hidup dapat berinteraksi, beristirahat bahkan dapat melindungi diri mereka. 2. Tempat Melakukan Aktivitas Selanjutnya adalah tempat untuk beraktivitas, makhluk hidup memiliki rutinitas seperti makan dan tidur. Khusus manusia kita melakukan aktivitas yang lebih luas dan beragam. Lingkungan dijadikan sebagai tempat bersosialisasi. Hal itu karena manusia hidup bersama manusia lain, sehingga harus menjaga hubungan satu sama lain. Di dalam lingkungan, manusia akan berinteraksi seperti memenuhi kebutuhan hidup sampai mengembangkan budaya atau hal lainnya. Hewan dan tumbuhan juga dapat melakukan banyak aktivitas di dalam lingkungan. Contohnya seperti tumbuhan yang bertumbuh di sebuah lingkungan. Contoh bagi hewan adalah seperti dalam mencari makan dan berburu. Hewan juga mengandalkan lingkungan untuk berkembang biak dan bermain disana. Tanpa adanya lingkungan, maka makhluk hidup tidak dapat melakukan aktivitasnya. Hal itu karena tidak ada lagi ruang atau tempat untuk melakukannya. 3. Tempat Mencari Makan Tempat utama makhluk hidup mencari makan adalah lingkungan. Di dalam lingkungan, terdapat produsen. Produsen tersebut akan menyediakan sumber makanan untuk konsumennya. Dalam hal ini, contohnya seperti manusia dan hewan. Sedangkan yang termasuk produsen adalah tumbuhan saja. Hal itu karena tumbuhan dapat membuat makanannya sendiri, melalui proses fotosintesis. Berbeda dengan tumbuhan, hewan dan manusia tetap memerlukan lingkungan untuk mencari makanan. Makanan yang hewan dan manusia makan juga berasal dari lingkungan sekitarnya. Contohnya seperti manusia yang memakan hewan seperti ayam, sapi dan bebek. Hewan yang memakan tumbuhan, seperti sapi dan kambing memakan rumput. Referensi dan rujukan pada artikel ini. Penulis Ridha Rizkiana Lingkungan hidup bisa dikatakan sebagai sebuah pengetahuan dasar tentang bagaimana makhluk hidup berfungsi dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain dan lingkungan mereka. Pengetahuan tentang lingkungan hidup ini menjadi penting untuk diketahui sebagai bagian objek studi geografi. Adapun lingkungan hidup sendiri berfokus pada keragaman kehidupan, transfer karakteristik diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, struktur dan fungsi sel, bangunan dasar dari semua organisme, kesalingtergantungan semua organisme dan lingkungannya, aliran materi dan energi melalui siklus kehidupan berskala besar, dan bagaimana evolusi biologis menjelaskan kesamaan dan keragaman kehidupan. Lingkungan hidup kita terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik merupakan lingkungan yang terbentuk secara alami, sedangkan lingkungan sosial terdiri atas aspek sosial dan fungsional dan yang mempengaruhi kualitas dan keadaan kehidupan. Kelompok populasi yang berbeda memiliki kebutuhan dan harapan yang berbeda untuk lingkungan hidup mereka, tergantung pada usia mereka atau situasi lain dalam kehidupan. Pengertian lingkungan hidup yang baik dan sehat memungkinkan kelompok populasi yang berbeda untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan, penggunaan layanan, bekerja, rekreasi, hobi, dan lain-lain. Pengertian Lingkungan hidup Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada disekeliling kehidupan, mulai dari pohon, sungai, jalan, gedung, benda dan bahkan orang. Lingkungan ini meliputi interaksi semua makhluk hidup, iklim, cuaca dan sumber daya alam yang mempengaruhi kelangsungan hidup manusia dan kegiatan ekonomi. Pengertian Lingkungan hidup Menurut Para Ahli Adapun definisi lingkungan hidup menurut para ahli, diantaranya yaitu Bintarto Pengertian lingkungan hidup ialah segala sesuatu yang ada di sekitar kita, baik berupa benda ataupun non-benda yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi sikap dan tindakan kita. Otto Soemarwoto Definisi lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi kehidupan kita. Berdasarkan batasan tersebut secara teoritis ruang yang dimaksud tidak berbatas jumlahnya. Sedangkan secara praktis ruang yang dimaksud selalu dibatasi menurut kebutuhan yang dapat ditentukan. Emil Salim Arti lingkungan hidup diartikan sebagai benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Definisi tersebut dapat dikatakan cukup luas. Jika batasan tersebut disederhanakan maka ruang lingkungan hidup dibatasi oleh faktor-faktor permasalahan lingkungan hidup yang dapat dijangkau manusia misalnya faktor alam, politik, ekonomi dan sosial. UU Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kamus Ekologi Istilah lingkungan hidup dikenal juga dengan environment merupakan bagian dari adanya keseluruhan yang saling berkaitan antara mahluk hidup dan non hidup yang berada secara alamiah di planet bumi atau di sebagian daerahnya. Ciri Lingkungan Hidup Ciri Lingkungan Hidup Adapun yang menjadi karakteristik lingkungan hidup adalah Adanya Adaptasi Adaptasi diartikan sebagai upaya makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami kepunahan atau kelangkaan jenis. Makhluk hidup yang bisa beradaptasi terhadap lingkungannya maka akan mampu untuk Mendapatkan air, udara dan nutrisi makanan. Mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan panas. Bertahan hidup dari musuh alaminya. Melakukan reproduksi. Memberi respon perubahan yang terjadi di sekitarnya. Adanya mahluk hidup Kehidupan merupakan fenomena sosial atau perwujudan adanya makhluk hidup, yaitu keadaan yang membedakan organisme makhluk hidup dengan benda mati. Ciri umum organisme-organisme tersebut-tumbuhan, hewan, fungi, protista, archaea, dan bakteri yaitu berasal dari bentukan sel berbahan dasar karbon dan air dengan pengaturan kompleks dan informasi genetik yang dapat diwariskan. Organisme tersebut mampu melakukan metabolisme, mampu untuk tumbuh dan berkembang, tanggap terhadap rangsangan, berkembang biak, dan beradaptasi terhadap lingkungannya melalui seleksi alam. Interaksi Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruhmempengaruhi dala pikiran danb tindakana. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi satu sama lain. Manfaat Lingkungan Hidup Lingkungan hidup memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Manfaat tersebut diantaranya yaitu sebagai berikut Tempat beraktivitas Lingkungan hidup sebagai tempat beraktivitas semua makhluk hidup. Manusia, hewan dan tumbuhan melakukan aktivitas pada lingkungan hidup. Hewan dan tumbuhan menggunakan lingkungan hidup sebagai tempat menjalani kehidupannya, misalnya sebagai tempat untuk mencari makan, tempat berkembangbiak, tempat berburu dan lain- lain. Manusia memanfaatkan lingkungan hidup sebagai tempat beraktivitas secara lebih kompleks lagi. Manusia mempunyai beragam kelompok lingkungan hidup, diantaranya yaitu lingkungan sosial dan lingkungan alam. Kedua lingkungan tersebut secara bersama-sama memberikan fungsi sebagai tempat beraktivitas manusia. Lingkungan alam memiliki fungsi yang jelas terlihat, sedangkan lingkungan sosial memberikan ruang beraktivitas sesama manusia untuk saling berkomunikasi. Penyedia unsur penting Lingkungan sehat yang ada dalam kehidupan memiliki manfaat sebagai penyedia unsur- unsur penting yang dibutuhkan makhluk hidup. Unsur-unsur penting tersebut misalnya oksigen, air dan mineral. Ketiga unsur tersebut merupakan unsur pokok yang dibutuhkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupan. Oksigen untuk bernafas, air digunakan hampir diseluruh kegiatan makhluk hidup dan mineral digunakan sebagai pendukung pokok kelangsungan hidup makhluk hidup. Memenuhi kebutuhan kehidupan makhluk hidup Lingkungan hidup bermanfaat bagi kehidupan makhluk hidup sebagai pemenuh kebutuhan kehidupan makhluk hidup. Lingkungan alam telah menyediakan berbagai sumber makanan. Bagi hewan lingkungan hidup telah menyediakan berbagai tumbuhan untuk dimakan. Bgai tumbuhan lingkungan hidup sudah menyediakan karbondioksida, air dan zat hara untuk kelangsungan hidup tumbuhan. Sedangkan untuk manusia, lingkungan hidup telah menyediakan berbagai hal, diantaranya yaitu tubuh manusia yang memerlukan protein, vitamin dan mineral sudah disediakan oleh alam lewat berbagai bahan makanan. Sebagai sumber kehidupan makhluk hidup Lingkungan hidup dapat dijadikan sebagai sumber kehidupan makhluk hidup, karena pada lingkungan hidup terdapat segala hal yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang tersedia hidup secara alami. Komponen Lingkungan hidup Lingkungan hidup memiliki 2 komponen utama yaitu Biotik Biotik adalah komponen lingkungan hidup yang terdiri atas makhluk hidup atau benda yang dapat menunjukkan ciri-ciri kehidupan, seperti bernapas, memerlukan makanan, tumbuh, dan berkembang biak. Komponen biotik terdiri atas manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Secara khusus, komponen lingkungan biotik diklasifikasikan menjadi Produsen, adalah organisme yang dapat membuat makanan sendiri dari bahan anorganik sederhana. Pada umumnya produsen adalah tumbuhan hijau yang dapat membentuk bahan makanan zat organik melalui fotosintesis. Konsumen, adalah organisme pengguna produk yang dihasilkan produsen karena tidak dapat membuat makanan sendiri. Konsumen tersebut terdiri atas hewan dan manusia. Konsumen mendapatkan makanan dari organisme lain, baik hewan maupun tumbuhan. Pengurai atau perombak dekomposer, adalah organisme yang mampu menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Pengurai mampu menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepas bahan-bahan yang sederhana yang dapat dipakai oleh produsen. Pengurai terdiri atas bakteri dan jamu. Abiotik Abiotik adalah komponen lingkungan hidup yang tidak bernyawa atau bisa disebut benda mati. Komponen abiotik yang mendukung keberlangsungan lingkungan hidup diantaranya yaitu Lapisan tanah, sebagai komponen abiotik yang memiliki peran penting bagi kehidupan makhluk di bumi ini. Peran pentingnya yaitu fungsinya sebagai tempat berpijak. Air, sebagai komponen abiotik yang penggunaannya sangat vital, karena semua makhluk hidup manusia, hewan, dan tumbuhan membutuhkan air sebagai sumber pokok kehidupannya. Udara, sebagai komponen utama yang dibutuhkan makhluk hidup untuk bernafas, yaitu dengan menghirup Oksigen yang terdapat di udara. Sinar Matahari, sebagai komponen yang dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup, misalnya tumbuhan memanfaatkan sinar matahari untuk berfotosintesis, manusia biasa menggunakan sinar matahari untuk menjemur pakaian dan menjemur ikan bagi para nelayan. Biosfer, sebagai komponen yang menyediakan segala unsur yang ada di bumi. Contoh Lingkungan hidup Lingkungan hidup terdiri atas 3 kategori utama yaitu Lingkungan Hidup Alami Lingkungan hidup alami dapat diartikan sebagai lingkungan hidup yang telah ada di alam tanpa adanya campur tangan manusia dalam memodifikasi atau mengubah tatanan lingkungan yang sudah ada. Lingkungan hidup alami meliputi komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik terdiri atas seluruh makhluk hidup mulai dari mikroorganisme, hewan, tumbuhan, dan manusia, sedangkan komponen abiotik terdiri atas unsur tak hidup yang menunjang keberlangsungan hidup komponen biotik, antara lain udara, air, tanah, batuan, cahaya matahari, dan sebagainya. Masing-masing komponen biotik dan abiotik mempunyai peran masing-masing yang saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya, komponen abiotik yaitu tanah, air, dan cuaca dapat memengaruhi kehidupan organisme seperti tanaman di suatu wilayah. Lingkungan Hidup Binaan Manusia telah memiliki kesadaran bahwa lingkungan hidup alami mempunyai keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan makhluk hidup membuat manusia berusaha untuk memperpanjang usia lingkungan hidup dengan cara memodifikasi atau mengelola lingkungan hidup. Tujuannya adalah agar lingkungan hidup dapat kembali memiliki keseimbangan ekologi dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup yang berada di dalamnya. Upaya penciptaan lingkungan hidup binaan misalnya penanaman hutan reboisasi, pengolahan air limbah agar tidak mencemari lingkungan sungai, serta penanaman pohon untuk menciptakan suasana yang rindang dan udara bersih. Lingkungan Sosial Budaya Lingkungan sosial budaya merupakan lingkungan tempat manusia berinteraksi dengan sesamanya. Lingkungan sosial budaya memiliki berhubungan yang erat dengan lingkungan alam. Beragam contoh kerusakan yang terjadi pada lingkungan alam merupakan buah dari interaksi manusia dalam lingkungan sosial budaya. Interaksi sosial manusia yang memiliki dampak bagi keberlangsungan hidup lingkungan alam terdiri dari dua kategori yakni interaksi yang bersifat asosiatif dan disosiatif. Interaksi asosiatif ialah bentuk hubungan yang menghasilkan kerja sama terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Bentuk interaksi asosiatif dalam lingkungan hidup dapat dilihat dari usaha manusia untuk menghijaukan kembali wilayahnya dengan menanam pohon. Interaksi disosiatif ialah kebalikan dari interaksi asosiatif. Interaksi ini cenderung menimbulkan kerugian bagi setiap komponen lingkungan hidup yang berada di dalamnya. Manusia memiliki peran utama di dalam lingkungan hidup sebab manusia telah diberkati dengan kemampuan melebihi makhluk-makhluk lainnya. Dengan memiliki kemampuan tersebut, manusia seharusnya dapat menjadikan lingkungan hidup sebagai tempat tinggal yang makmur dan Menguntungkan setiap komponen yang ada di dalamnya. Demikianlah rangkaian tulisan yang menjelaskan tentang pengertian lingkungan hidup menurut para ahli, ciri, manfaat, komponen, dan contohnya. Semoga hadirnya materi ini bisa membertikan referensi kepada segenap pembaca yang sedang membutuhkan materinya. Lingkungan hidup binaan adalah lingkungan hidup yang dibentuk, dimodifikasi, dikelola dan ditentukan kondisinya oleh manusia guna memenuhi kebutuhan hidup alami adalah lingkungan hidup yang telah ada di alam tanpa memperoleh gangguan atau dimodifikasi oleh manusia. Lingkungan hidup alami terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah segala makhluk hidup, mulai mikroorganisme sampai dengan tumbuhan dan hewan. Lingkungan abiotik adalah segala kondisi yang terdapat di sekitar makhluk hidup yang bukan organisme hidup, seperti batuan, tanah, mineral, udara, angin, curah hujan, cahaya matahari dan lain–lain. Lingkungan biotik sering pula dinamakan lingkungan organik, sedangkan lingkungan abiotik dinamakan juga lingkungan anorganik. LINGKUNGAN HIDUP BINAAN Ciri lingkungan hidup binaan 1. Seperti telah kita ketahui guna memenuhi kebutuhan hidupnya manusia merubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan 2. Ciri ekosistem tidak mantap, karena selalu memerlukan subsidi energi dari luar. 3. Ditinjau dari segi rantai nakanan dan piramida ekologi, maka ekosistem binaan merupakan ekosistem yang yang timpang Manusia menyadari bahwa lingkungan mempunyai interaksi antar komponen dan juga keterbatasan kemampuan daya lenting lingkungan. Usaha manusia untuk memperpanjang usia lingkungan hidup dikenal dengan penciptaan lingkungan hidup binaan yaitu berusaha membentuk, memodifikasi, atau mengelola lingkungan hidup. Tujuan agar lingkungan hidup dapat normal kembali seperti semula yaitu memiliki keseimbangan ekologi. Prinsip penciptaan lingkungan hidup binaan misalnya melakukan reboisasi hutan,pengelolaan air limbah agar bersih kembali dan aman jika dibuang ke sungai. Contoh yang sederhana dalam penciptaan lingkungan binaan misalnya penanaman pohon di lingkungan komplek perumahan agar udaranya leebih segar, terlihat asri dan nyaman Seharusnya manusia terus-menerus melakukan upaya lingkungan binaan. Namun kebanyakan, manusia tidak melakukannya sehingga banyak kerusakan lingkungan di mana-mana. Hutan lebat dibabat seenaknya tanpa memikirkan penanaman kembali. Air bersih dipakai untuk industri tekstil, setelah tercemar air tersebut dibuang ke sungai sehingga mencemari lingkungan. Kegiatan manusia yang tidak menciptakan lingkungan binaan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan alam. Bagaimana agar tidak rusak, manusia perlu merencanakannya dengan baik setiap akan membangun bangunan atau membuka hutanagar tidak mengganggu kelestarian lingkungan alami. Jika lingkungan binaan manusia tidak mampu mengembalikan keadaan lingkungan alami, lambat laun akan mempengaruhi keadaan sosial lingkungan sosial budaya manusia. Lingkungan hidup buatan tentu menjadi salah satu definisi lingkungan hidup merupakan buatan manusia sehingga dalam kondisi inilah memiliki keanekaragaman hayati yang rendah. Penjelasan terkait dengan lingkungan buatan ini senidri terbentuk sebagai hasil modifikasi manusia di lingkungan alam. Misalnya saja yang mudah ditemukan seperti kota, ladang atau sawah yang dibudidayakan adalah contoh lingkungan buatan. Dalam lingkungan buatan, lingkungan alam diubah sesuai dengan kebutuhan penduduk yang tinggal di dalamnya. Lingkungan hidup buatan kerapkali dikenal dalam objek studi geografi sebagai arti lingkungan hidup binaan yang dihasilkan dari buatan manusia melalui kajian-kajian ekologi dalam memaksimalkan berbagai jenis sumber daya alam sehingga bisa lebih produktif, Ciri Lingkungan Hidup Buatan Lingkungan hidup buatan dicirikan oleh beberapa hal berikut ini Lingkungan hidup buatan merupakan kebalikan dari lingkungan hidup alami Berbagai jenis lingkungan buatan di mana manusia telah mengubah lanskap secara mendasar misalnya seperti pengaturan perkotaan dan konversi lahan pertanian, sehingga lingkungan alam sangat berubah menjadi lingkungan yang menyesuaikan keutuhan manusia. Ekosistem memerlukan intervensi manusia Artinya ekosistem buatan tidak mandiri, dan ekosistem akan musnah tanpa bantuan manusia. Misalnya, pertanian adalah ekosistem buatan yang terdiri dari tumbuhan dan spesies di luar habitat aslinya. Tanpa manusia, ekosistem ini tidak dapat menopang dirinya sendiri. Tumbuhan dan hewan membutuhkan bantuan manusia untuk makan dan bertahan hidup. Keanekaragaman Hayati Rendah Keanekaragaman akan lebih rendah dibandingkan dengan sistem alam. Hal ini tentusaja dapat terjadi dengan mudah apabila spesies yang tidak atau kurang disukai kemungkinan besar akan berkurang secara perlahan karena pemaksimalan sumber daya yang diperlukan. Bersifat Pragmatis Berbeda dengan lingkungan hidup alami yang tidak pasti dan tidak berkembang melalui trial and error dalam nilai kelangsungan hidupnya, ekosistem buatan bersifat pragmatis dengan tujuan yang ditetapkan dengan baik. Sistem buatan lebih rapuh dan lebih rentan terhadap kegagalan karena kurangnya keragaman dan sistem pengaturan diri yang kuat, yang menjadi ciri sistem alami. Lebih Produktif Lingkungan hidup buatan lebih produktif dari perspektif antroposentris. Hasil lahan dengan teknik budidaya yang lebih baik, teknik kloning, hasil susu dengan praktik peternakan modern dan lain sebagainya adalah contoh peningkatan produktivitas proses alami dengan campur tangan manusia. Ketergantungan dengan Alam Semesta Lingkungan hidup buatan bergantung pada hukum alam semesta. Manusia hanyalah seorang penemu tetapi bukan pembuat hukum alam. Di sini lingkungan hidup buatan bukanlah kontradiksi dan negasi dari sistem alam. Hanya proporsi dan kecepatan interaksi ekologis yang dapat diganggu, untuk keuntungan manusia. Karenanya semua yang disebut ekosistem buatan hanyalah semi-buatan. Contoh Lingkungan Hidup Buatan Adapun untuk contoh lingkungan hidup buatan di masyarakat. Misalnya saja; Lahan pertanian Taman Kota Bendungan Akuarium Kota modern Hidroponik budidaya tanaman tanpa tanah dan sinar matahari. Dalam hal ini penting dipahami bahwa lingkungan kota buatan manusia membutuhkan konsumsi energi dan bahan dalam jumlah berlebihan dan membutuhkan perawatan, pengawasan yang konstan. dan manajemen agar tetap layak huni. Kesimpulan Dari penjelasan yang dikmeukakan dapatlah dikatakan bahwa setidaknya ada perbedaan yang paling menonjol dalam lingkungan alam yang terjadi secara bebas di alam daripada diciptakan oleh manusia disebut sebagai ekosistem ekosistem alami. Dimana ekosistem yang dibuat oleh manusia untuk tujuan komersial atau manfaat lainnya dikenal sebagai ekosistem buatan. Ekosistem ini dimodifikasi oleh manusia untuk keuntungan mereka sendiri dan dapat berupa terestrial atau akuatik. Nah, itulah tadi artikel yang bisa kami uraikan pada segenap pembaca berkenaan dengan karakteristik lingkungan hidup buatan dan contohnya yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga memberi edukasi bagi kalian yang membutuhkannya. Diah Ainurrohmah Adalah Alumni Jurusan Geografi dan Saat Ini Sedang Proses Penyelesaian Program Pascasarjana Geografi di Kampus Negeri Jawa Tengah

salah satu ciri adanya proses pembentukan lingkungan hidup binaan adalah